All is too special to forget

Friday, October 29, 2010

On 6:43 PM by Unknown   2 comments
Di gubuk reot mewah alias mepet sawah, John dan Pitak ngbrol santai sambil leyeh-leyeh menikmati sepoi angin. Udara memang panas tapi terasa sejuk menyegarkan. Seolah bosan dengan berita musibah yang tengah terjadi di Yogyakarta dan Sumatra Barat. Manusia terlalu picik mengartikan itu sebagai musibah. Bahkan bisa dikatakan egois. Hanya melihat suatu kejadian dari satu sudut pandang mereka saja. Padahal kalau dnikmati, si gunung Merapi itu pasti lega dan merasa puas karena sudah bisa meletus. Seperti kita yang lama menahan kentut atau kencing. Kalau sudah keluar, plong to? Begitu juga Tsunami di Mentawai, Sumbar, air itu lagi enjoy-enjoy menikmati dansa bersama gempa. Lha kok dibilang musibah. Harusnya kita, manusia, introspeksi diri terhadap apa pun yang telah kita lakukan. Itu semua sebenarnya kan menyindir perilaku kita, yang suka mengganggu alam sekitar.
“John, kalau kamu disuruh jadi relawan kayak orang-orang itu, kamu pilih mana John, Mentawai atau Merapi?”, Tanya Pitak sekenanya.
“Merapi dong. Keren bisa main-main sama api, kayak yang di Avatar itu”.
“Wah dasar wong edan. Kayak anak kecil aja kau ini. Ingat-ingat keriputmu itu!”
“Aku ini, ndak edan. Kan aku dah sering bilang. Aku ini dibikin edan sama pemerintahan negeri ini. Kan kamu itu yang edan tulen!”
“Ndak, aku juga edan kok. Aku kan kayak kamu,,,ikut-ikutan kamu tepatnya”, Bergaya sok akrab kepada John.
“Kalau kamu mau jadi relawan kemana, Tak?”
“Jalau aku juga ke Merapi”.
“Wah emang sukanya ngikut doing kau ini”.
“eitz, bentar dulu. Sori-sori ya aku ikut-ikutan kamu. Aku ke Merapi kan biar bisa masuk TV, ketemu sama orang-orang gedhe, pejabat Negara, dan tokoh-tokoh politik bangsa. Keren gak tu!!! Gak edan kayak kamu itu!”
“Itu juga sama aja edan. Gila popularitas. Lha buat apa kamu jadi relawan kalau kayak gitu mau mu?”
“Hari gini John, gak narsis itu gak bakalan eksis”.
“Uesteh….gaya mu ki!!”
“Weh iya, coba lihat, kenapa banyak tokoh-tokoh penting Negara ini lebih memilih datang duluan ke Merapi daripada ke Menatawai? Ya karena alasan populis itu. Ya karena mereka ingin meraih hati dan simpati dari warga. Apalagi, mbah mu itu, mbah Maridjan, tewas to? Kesempatan itu buat menaikkan popularitas mereka dengan ikut bersimpati, berduka cita atas menggalnya beliau itu”.
“Hush, jaga omonganmu Tak!!tak jitak pula kau ini”.
“Hayo, sekarang aku Tanya: mbah Maridjan itu meninggal sebagai pahlawan, yang katanya menemukan puluhan orang di dalam wedhus gembel atau mati bunuh diri dengan kepasrahannya?”
“Wah pertanyaanmu sulit. Kayak para politikus mengkritisi pendapat dalam rapat di gedung besar itu. Jan, betul sulit. Lha menurut pendapat mu gimana?”
“Lha yo mbuh…emange aku dukun?!!aku yo nggak tahu aku juga bukan mbah Maridjan. Aku Pitak, orang gila yang dibuat gila oleh pemerintah.”
“Wooo, lha emang edan tenan kok koe ki!!! Pitak…Pitak… tambah edan aku nek punya teman kayak kamu itu…”
“Aku Cuma pengen ngomong itu ke wartawan nek aku jadi relawan. Biar aku terkenal, nal, nal, nal, nal, nal… sori-sori ya kalah ngetop sama presiden. Pitak gitu loh!!”

Ajar Sagobi
BaitApat, Yogya
29102010/0209pm

2 comments:

  1. hohoho....
    bagus juga pi....
    harusnya para penggedhe di negara ini baca tulisan2 rakyat keciL ky gini....
    heee...

    ReplyDelete
  2. hehehe...
    wallahu a'lam, mam...

    cuma melampiaskan isi hati semata...

    ReplyDelete