All is too special to forget

Friday, October 22, 2010

On 7:52 PM by Unknown   No comments
GOR UNY, di depan, di kala temaram lampu termakan pekat malam. Kian terang menerangi jalan di bawahnya dan sebuah kursi panjang tua milik tukang tembel ban. Telah sedari tadi tukang tambal ban menutup kiosnya. Dibiarkannya beberapa peralatan yang tak mampu dia bawa pulang di kiosnya. Termasuk kursi panjang tua itu.
Ku lihat dari seberang, seorang tua berjalan beriringan dengan laju becak menyusuri jalan Colombo. Payah, namapk begitu payah pak becak itu. Di dalam kepayahan itu, masih saja sempat dia berucap, “Wong gemblung! Bali wae!” pada orang yang dianggapnya gila yang berjalan di sebelah laju becaknya. Orang itu menjawab enteng, “Sampeyan sing gemblung. Ngonek-ngoneke wong gemblung.” Tertawa terbahak-bahak.
Diusapnya, dibersihkannya kursi panjang itu dari debu-debu jalanan. Kemudian rebahlah tubuhnya di atas kursi itu. Menuntut haknya untuk terbaring. Aaahh,,nikmat nampaknya. Biarlah, aku tak mau menggangu. Apesnya, justu aku yang dibilang gila. Eitz, tunggu dulu…
Mungkin akan menjadi pertunjukkan seru ini, lihatlah,,entah siapa dia, dating dari timur, berduyung-duyung, nampak begitu banyak dia denganbayang-bayangnya. Berjalan mendekati lelaki yang tengah terbaring nyaman di atas kursi panjang tua itu. Makin jelas ku lihat, rambutnya terikat sebelah, ternyata membawa boneka, bajunya panjang terurai ke bawah, kumal? Tak begitu. Seperti baru tercuci. Lincah kakinya menari di atas aspal tanpa alas kaki.
Ditowelnya kaki lelaki tadi, genit, dan memberikan isyarat yang setahuku, dia hendak meminta izin untuk duduk di kursi itu. Tak marah, lelaki itu terusik olehnya. Wajhany menjadi girang, ceria dalam temaram lampu jalanan. Bergegas dan begitu ikhlas dia berbagi tempat dengan wanita itu.
Ku kira keceriaan itu akan berlanjut. Ternyata tidak. Masing-masing duduk dalam heningnya. Wanita itu asyik dengan bonekanya dan lelaki itu larut dalam khusuknya memandang laron-laron di atasnya.
Ku teguk secangkir kopi ang telah ku pesan sedari tadi di warung burjo depan GOR UNY. Tepat di seberang jalan kios tambal ban itu. Serasa tak lengkap bila hanya kopi saja yangmampir dalam rongga mulutku, ku cari gorengan yang mungkin bisa mengisi kekosongannya. Yah, tak apalah walau hanya sepucuk tempe goreng dingin tapi masih krispi sebagai temannya. Badanku, aku putar untuk menatap mereka kembali sambil bersiap menggigit tempe itu. Tapi urung ku lakukan. Aku terkejut.
Mereka telah sangat akrab berbicara satu sama lain. Sangat akrab seolah telah lama mengenal dan tak terjadi apa-apa sebelumnya. Padhal, aku tahu betul. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing tadi. Mungkin 2 menit yang lalu.
Benar-benar tempe yang aku pegang tadi tak jadi aku makan dan hanya ku letakkan di samping kopi ku. Aku takjub. Mereka sangat akrab. Pembicaraannya terlihat begitu alami, mengalir begitu saja. Tangan menari-nari menambah intonasi dan meluapkan ekspresi, kadang berdiri, kadang menunduk-nunduk. Tak jarang pula lelaki itu menunjuk depan pandangnya mulai dari ujung timur hingga ujung barat. Wanita itu hanya mengangguk ketika lelaki itu berbicara. Dan terkadang tepuk tangan gembira.
Lain lagi bila s iwanita yang berbicara, lelaki itu tak berhenti mengacungkan ibu jarinya pertanda dia kagum pada si wanita. Dua ibu jarinya. Dan mengangguk-angguk. Sambil melompat pula terkadang si wanita saat berbicara. Bonekanya menjadi alat peraga terhadap apa yang dia bicarakan sebagai pengganti gerak tangannya. Lompat kesana lompat ke sini. Sayup-sayup hanya ku dengar dari sini, dari warung burjo seberang kios tambal ban. Mereka bicara apa. Aku ingin tahu.
“Woi, woi, opo koe, opo koe!!!”, nadanya naik bertutur pada segerombolan anak muda di sebelah timurku. Rupanya mereka pun memperhatikan.
“Dasar podo-podo wong gemblung. Nek ngomong yo nyambung!!”, balas salah satu dari mereka. Tertawa terbahak-bahak.
“Mendingan gemblung daripada nggemblung! Koyo koe kui!”
Kopiku telah dingin dan tempe gorengku tak lagi menggugah nafsuku. Aku pulang, “Siapa yang gila? Mungkin yang baca”.

Ajar Sagobi
BaitApat, Yogya
211021010/1009pm

0 comments:

Post a Comment