Monday, October 11, 2010
On 1:17 PM by Unknown 2 comments
Mimpi. Aku berpikir bahwa mimpi hanya bisa diraih saat kita tertidur. Tak bisa jikalau selain itu. Aku pun tenang. Tak ada yang salah dan tak ada yang harus dipersalahkan mengenai mimpi. Semua orang yang tidur berhak memilikinya. Bahkan bias jadi hewan dan tumbuhan pun berhak. Bisa jadi...ya bisa jadi.
Ada pula yang mengatakan bahwa mimpi perlu dibicarakan lebih lanjut. Pasalnya, mimpi ada dua macam: sebagai petunjuk dan sekadar bunga tidur di taman kapuk. Keduanya mempunyai perlakuan berbeda selama ini. Mimpi sebagai petunjuk selalu saja diapndang sebagai sebuah wangsit untuk melangkah ke depan dengan berpijak pada semua hal yang telah terjadi sebagai pelajaran. Sedangkan yang kedua, sering dapandang sebelah mata, siremehkan, bahkan tak diambil pusing. Tapi bagaimana caranya untuk bias membedakan keduanya itu?
Bagiku, mimpi punya tempat special dalam ruang hidupku. Aku tak pernah bedakan kedua mimpi itu (selain memang aku tak bias membedakan). Semua sama: perlu dikaji dan dipahami sebagai sebuah jembatan. Semua punya nilai dan makna masing-masing. Lebih jauh dari itu, aku mulai gelisah dengan kalimat: Bermimpilah Untuk Masa Depan! Kalimat itu menempatkan aku menjadi seorang pemimpi aktif yang harus selalu bias bermimpi untuk kehidupan. Padahal aku saja tak sadar apa saja yang aku lakukan saat aku tidur. Bagaimana bis aku control otak ku untuk bermimpi tentang masa depan?
Berangkat dari mimpi, aku mencoba untuk memahamai sebisaku dalam makna pragmatis. Mimpi tak hanya bias diproduksi saat tidur semata. Tetapi juga dalam kondisi sadar, sehat wal ‘afiat, dan tanpa tekanan dari pihak manapun. Tidur adalah kondisi tenang seseorang terlepas dari semua beban dan rasa apa pun keculai merasakan bahwa orang itu sedang bermimpi. Konsep inilah yang bias dibawa kea lam sadar untuk bias bermimpi.
Hati yang tenag, lepas dari beban dan tekanan, dan keinginan untuk berani menatap masa depan yang tabu adalah kunci untuk menghasilakn mimpi. Pengenalan terhadap diri sendiri terkait dengan kelebihan dan kekurangan diri menjadi katalis pembangunan mimpi untuk msa depan. Ku pahami saat ini, mimpi adalah jembatan emas untuk meraih masa depan yang gemilang. Mimpi adalah keinginan, rancangan, jalan hidup, dan doa. Mimpi telah bertransformasi menjadi bentuk yang sangat dekat dengan sang pemimpi bahkan tak bias dipisahkan oleh apa pun kecuali kehendak Tuhan. Akan tetapi mimpi bukanlah candu yang membuat orang tak bias melakukan apa pun sesuai keinginan idealnya dalam sadarnya membayangkan seolah-olah dia bias melakukan itu. Tidak, bukan itu. Mimpi juga tidak mendidik orang untuk menjadi pemimpi yang tak tahu diri. Hanya bias bermimpi tanpa tindakan nyata. Bukan itu!
Gengamlah mimpimu itu. Simpanlah dalam rongga hati. Bangun dan bergeraklah untuk meraihnya. Karena mimpi adalah darahmu, nafasmu, dan tubuhmu. Mimpi adalah hidup.
Ajar Sagobi
BaitApat, Kebumen
Ada pula yang mengatakan bahwa mimpi perlu dibicarakan lebih lanjut. Pasalnya, mimpi ada dua macam: sebagai petunjuk dan sekadar bunga tidur di taman kapuk. Keduanya mempunyai perlakuan berbeda selama ini. Mimpi sebagai petunjuk selalu saja diapndang sebagai sebuah wangsit untuk melangkah ke depan dengan berpijak pada semua hal yang telah terjadi sebagai pelajaran. Sedangkan yang kedua, sering dapandang sebelah mata, siremehkan, bahkan tak diambil pusing. Tapi bagaimana caranya untuk bias membedakan keduanya itu?
Bagiku, mimpi punya tempat special dalam ruang hidupku. Aku tak pernah bedakan kedua mimpi itu (selain memang aku tak bias membedakan). Semua sama: perlu dikaji dan dipahami sebagai sebuah jembatan. Semua punya nilai dan makna masing-masing. Lebih jauh dari itu, aku mulai gelisah dengan kalimat: Bermimpilah Untuk Masa Depan! Kalimat itu menempatkan aku menjadi seorang pemimpi aktif yang harus selalu bias bermimpi untuk kehidupan. Padahal aku saja tak sadar apa saja yang aku lakukan saat aku tidur. Bagaimana bis aku control otak ku untuk bermimpi tentang masa depan?
Berangkat dari mimpi, aku mencoba untuk memahamai sebisaku dalam makna pragmatis. Mimpi tak hanya bias diproduksi saat tidur semata. Tetapi juga dalam kondisi sadar, sehat wal ‘afiat, dan tanpa tekanan dari pihak manapun. Tidur adalah kondisi tenang seseorang terlepas dari semua beban dan rasa apa pun keculai merasakan bahwa orang itu sedang bermimpi. Konsep inilah yang bias dibawa kea lam sadar untuk bias bermimpi.
Hati yang tenag, lepas dari beban dan tekanan, dan keinginan untuk berani menatap masa depan yang tabu adalah kunci untuk menghasilakn mimpi. Pengenalan terhadap diri sendiri terkait dengan kelebihan dan kekurangan diri menjadi katalis pembangunan mimpi untuk msa depan. Ku pahami saat ini, mimpi adalah jembatan emas untuk meraih masa depan yang gemilang. Mimpi adalah keinginan, rancangan, jalan hidup, dan doa. Mimpi telah bertransformasi menjadi bentuk yang sangat dekat dengan sang pemimpi bahkan tak bias dipisahkan oleh apa pun kecuali kehendak Tuhan. Akan tetapi mimpi bukanlah candu yang membuat orang tak bias melakukan apa pun sesuai keinginan idealnya dalam sadarnya membayangkan seolah-olah dia bias melakukan itu. Tidak, bukan itu. Mimpi juga tidak mendidik orang untuk menjadi pemimpi yang tak tahu diri. Hanya bias bermimpi tanpa tindakan nyata. Bukan itu!
Gengamlah mimpimu itu. Simpanlah dalam rongga hati. Bangun dan bergeraklah untuk meraihnya. Karena mimpi adalah darahmu, nafasmu, dan tubuhmu. Mimpi adalah hidup.
Ajar Sagobi
BaitApat, Kebumen
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Popular Posts
-
Huh...sangat membosankan. Hanya putaran-putaran peristiwa yang sama dari waktu ke waktu. Dari satu ke dua, dari dua ke tiga, dari tiga ke e...
Recent Posts
Sample Text
Aku Bercerita Tentangku
Siapa Aja
Powered by Blogger.
mimpi itu hidup dari hidupku dan hidupmu...
ReplyDeletemimpi itu...
--starlight
ReplyDeletehemmm...apa hidupku itu sama dengan hidupmu??hingga mimpi itu hadir??